Opini – reaksipress.com – Peringatan Hari Lingkungan Hidup Sedunia yang diperingati setiap tahun, dan pada Tanggal 5 Juni Tahun 2024 ini, mengangkat tema “Restorasi Lahan, Penggurunan, dan Ketahanan terhadap Kekeringan”. Namun di tengah semangat global tersebut, Kabupaten Maros menghadapi tantangan serius kerusakan lingkungan akibat aktivitas penambangan dan penggunaan yang tidak terkendali.
Lembaga Pemerhati Hukum dan Lingkungan Hidup (PHLH) Indonesia melaporkan bahwa aktivitas penambangan galian jenis bebatuan, khususnya di Kabupaten Maros, terus berlangsung tanpa memperhatikan kewajiban terhadap lingkungan. Meskipun izin penambangan telah diperoleh, banyak pelaku penambangan yang tidak mematuhi regulasi lingkungan setelahnya. Hal ini telah mengakibatkan kerusakan ekosistem yang signifikan di kawasan penambangan maupun sekitarnya.
Penelusuran tim lembaga PHLH, menemukan bahwa Sungai Maros, sebagai salah satu sumber air utama di Maros, terancam akibat minimnya kesadaran dan pengawasan terhadap aktivitas penambangan. Padahal Sungai Maros merupakan salah satu sungai terpanjang di Kabupaten Maros dengan bentangan sekitar 69,90 km dan luas Daerah Aliran Sungai (DAS) sekitar 645 km².
Meskipun memiliki potensi sebagai penyuplai air baku dan bersih, Sungai Maros juga rentan terhadap bencana banjir akibat curah hujan tinggi dan pola penggunaan lahan yang tidak sesuai.
Aktivitas penambangan jenis galian bebatuan tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Maros, yang dilakukan oleh kelompok Penambang tanpa izin (PETI) dan kegiatan beberapa oknum penambang yang merasa memilki izin namun patut diduga kepemilikan izin tambang yang dimilikinya belum valid dengan tingkat kesadaran yang rendah terhadap lingkungan dan ekosistem menyebabkan semakin hari kondisi lingkungan di Kabupten Maros akan semakin memprihatinkan.
Hal ini diungkapkan oleh Tim Divisi Humas Lembaga PHLH Indonesia, bahwa akibat kegiatan penambangan tanah dan bebatuan di Kabupaten Maros serta minimnya pengawasan oleh pihak terkait dapat menyebabkan kerusakan lingkungan dan terganggunya ekosistem baik di kawasan penambangan maupun area di sekitar Lokasi penambangan.
Kegiatan penambangan bebatuan misalnya menyebabkan rusaknya ekosistem dan terganggunya habitat yang hidup dan tumbuh di area tersebut, bahkan akibat kegiatan penambangan di Daerah Aliran Sungai, Masyarakat sekitar menjadi sulit untuk mendapatkan air bersih di musim kemarau dan pada musim penghujan Sungai Maros tidak mampu menampung debit air dari dua anak sungai yaitu, Sungai bantimurung (hulu I) dan dan Sungai Tompobulu ( hulu II ).
Sungai Maros bermuara di Selat Makassar dan berhulu di Sungai Bantimurung, yang airnya berasal dari Pegunungan Taman Nasional Bantimurung-Bulusaraung dan Gunung Baturape-Cindakko di Kawasan Pegunungan Tompobulu dan melintasi delapan kecamatan yaitu Simbang, Bantimurung, Tompobulu, Tanralili, Mandai, Marusu, Turikale, dan Maros Baru.
Sungai Maros memiliki kondisi geografis dengan arus yang berliku-liku terutama di sepanjang Kota Turikale. Kemiringan sungai di daerah hilir diperkirakan sekitar 1/9.000 hingga 1/4.500. Bagian hulu sungai tertutupi oleh batu besar yang terbentuk oleh aktivitas gunung berapi, sehingga menghasilkan sedikit aliran permukaan sedimen. Sementara di muara di Desa Borimasunggu, Kecamatan Maros Baru, ditumbuhi tanaman mangrove dan beberapa aktivitas tambak ikan oleh warga sekitar
Selain memiliki potensi sebagai penyuplai air bersih dan irigasi, namun, Sungai ini rentan terhadap bencana banjir, yang disebabkan oleh curah hujan tinggi, topografi datar dan landai, jenis tanah alluvial dan litosol.
Diperkirakan sekitar 51,94% wilayah DAS Maros termasuk dalam kategori rawan dan sangat rawan terhadap banjir, menunjukkan urgensi pemantauan dan mitigasi risiko banjir di wilayah tersebut. Selain itu, penggunaan lahan tambak dan sawah yang tersebar di hilir Sungai Maros juga menjadi faktor penyebab banjir, kurangnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah juga menjadi salah satu faktor penyebab bencana.
Pengamatan terbaru juga menyoroti klasifikasi penggunaan lahan di DAS Maros, yang menunjukkan bahwa lahan pertanian, permukiman, dan industri telah menyebar di berbagai wilayah DAS. Salah satu contoh adalah keberadaan Pattene Business Park di Kecamatan Marusu, yang meskipun awalnya direncanakan sebagai pusat pergudangan, namun kini juga terlihat adanya kegiatan industri didalamnya.
Klasifikasi penggunaan lahan DAS Maros adalah stasiun sungai yang terdapat di DAS Maros:
- Stasiun Sungai Bantimurung
- Stasiun Sungai Batubassi
- Stasiun Sungai Bontibonti
- Stasiun Sungai Bontokappong
- Stasiun Sungai Manrimisi
- Stasiun Sungai Pakalli Lompo
- Stasiun Sungai Panjalingan
- Stasiun Sungai Pattunuang
- Stasiun Sungai Pucak/Puca
- Stasiun Sungai Salojirang
Ditambahkan, kawasan pergudangan Pattene Business Park di Kecamatan Marusu yang didirikan sebagai pusat pergudangan semakin mengurangi ruang serapan air apalagi kawasan yang sebelumnya hanya sebagai pusat pergudangan berubah menjadi pusat kegiatan industri, hal ini berdasarkan pantaun lapangan dan pemberitaan di salah satu media (pijarnews) pada tanggal 16 januari 2017 silam.
Bahkan, salah satu anggota DPRD Kabupten Maros pernah menyoroti dan meminta agar Pattene Busines Park tidak berubah fungsi. Hal itu disampaikan saat menyampaikan tanggapan dalam pembahasan dokumen Amdal, rencana kelayakan lingkungan – Rencana Pemantauan Lingkungan (RKL-RPL) rencana pembangunan Pattene Businnes Park (PBP) yang berada di Kecamatan Marusu Kabupaten Maros, yang digelar oleh komisi Amdal Dinas Lingkungan Hidup Kebersihan dan Pertamanan Maros di Baruga A kantor Bupati Maros, beberapa tahun silam.
Lembaga Pemerhati Peduli Hukum dan Lingkungan Hidup mendorong kepada pelaku pengusaha penambang bebatuan dan pengusaha kawasan pergudangan yang ada di Maros agar dapat melaksanakan kewajibannya dengan merestorasi lahan untuk memperbaiki dan mengembalikan ekosistem yang rusak akibat aktivitas manusia atau bencana alam.
Restorasi lahan bertujuan untuk mengembalikan fungsi alami tanah tersebut sehingga dapat mendukung kehidupan tanaman dan hewan kembali. Metodenya meliputi penanaman pohon, pengelolaan air yang baik, dan teknik lain yang membantu memulihkan kesuburan tanah.