Maros – reaksipress.com – Kasus dugaan tindak pidana korupsi di Dinas Komunikasi, Informatika, Statistik, dan Persandian (Kominfo) Kabupaten Maros terkait dengan pengadaan layanan internet pada rentang tahun 2021-2023 yang pernah diusut oleh Kejaksaan Negeri (Kejari) Maros, belum menetapkan satu orang tersangkapun.
Meskipun Kejari Maros telah meningkatkan status kasus ini ke tahap penyidikan sejak Oktober 2024 dan telah memanggil sekitar 30 saksi, termasuk kepala dinas, camat, dan aparatur sipil negara (ASN), hingga pihak penyedia Network Acces Point (NAP) dan penyedia kabel metro namun hingga saat ini belum satupun dari terduga dijadikan tersangka.
Padahal penyelidikan dalam kasus ini telah melibatkan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Sulawesi Selatan, untuk menghitung akurasi kerugian negara dalam kasus ini.
Kasus ini menjadi perhatian publik, terutama karena lonjakan anggaran pengadaan layanan internet yang signifikan, dari Rp1,5 miliar menjadi Rp5,1 miliar.
Kini masyarakat menunggu kerja luar biasa dari Kejari Maros yang beberapa waktu lalu telah berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini dan memastikan bahwa proses hukum berjalan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dewan Pembina Lembaga Swadaya Masyarakat Pemerhati Hukum dan Lingkungan Hidup (LSM PHLH) Makmur, HT, meminta kepada aparat penegak hukum untuk tidak bermain-main dalam kasus ini.
“Jangan sampai kasus ini tersandera oleh kepentingan orang-orang tertentu. Masyarakat menunggu hasil akhir dari kasus dugaan korupsi ini, apalagi karena kasus ini berjalan lambat maka jangan salahkan masyarakat apabila mulai berasumsi liar,” kata Makmur HT.
Asumsi liar yang beredar di tengah masyarakat menurut Makmur yang juga ketua Persatuan Wartawan Republik Indonesia (PWRI) Maros adalah adanya upaya pengembalian uang pengganti agar kasus ini tidak dilanjutkan ke tahap selanjutnya.
“Tentu yang kita pahami bersama adalah bahwa pengembalian uang kerugian negara tidak menghapus pidana dalam sebuah tindak dugaan korupsi, namun menjadi pertimbangan yang mungkin meringankan vonis jika betul terbukti ada tindak korupsi yang dilakukan.” Tegas Makmur.
Menurut Makmur hal ini didasarkan pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 yang pada Pasal 4 menyatakan: “Pengembalian kerugian keuangan negara atau perekonomian negara tidak menghapus dipidananya pelaku tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan Pasal 3.” Artinya, meskipun seorang pelaku korupsi mengembalikan uang hasil korupsinya, proses hukum tetap berlanjut dan pelaku tetap bisa dikenakan sanksi pidana.
Untuk diketahui Bersama, kasus di Dinas Kominfo Maros telah naik ke tahap penyidikan sejak September tahun 2024 lalu namun belum membuahkan hasil putusan apakah benar telah terjadi tindak korupsi atau tidak ada tindak korupsi yang terjadi, sehingga kerja “cerdas” Kejari Maros diuji untuk menuntaskan kasus ini. (red)