Opini – reaksipress.com – Debu sejarah berbisik di antara megahnya karst Leang-Leang, saksi bisu peradaban purba yang kini menjadi panggung semarak Gau Maraja. Di tengah lautan warna warni busana adat dan alunan musik tradisional yang memukau, berhimpunlah para penjaga warisan: lembaga-lembaga pemerhati budaya Kabupaten Maros. Kehadiran mereka bukan sekadar meramaikan, melainkan mengukuhkan peran sebagai aktor utama pelestarian. Sebuah pesan kuat tersirat: menjaga tradisi adalah menghidupkannya dengan kesadaran, bukan sekadar mengagungkannya tanpa pemahaman.
“Budayawan Mancanegara” bukanlah sekadar label untuk tokoh dari negeri jauh, melainkan sebuah visi yang membentang ke depan. Sebuah harapan bahwa kekayaan budaya Butta Salewangan, yang kini dirawat dengan gigih, kelak akan melampaui batas negara dan memukau dunia. Sosok “penjaga budaya” yang diusung oleh para pemerhati ini adalah perwujudan semangat gotong royong dan tanggung jawab kolektif untuk melestarikan warisan leluhur. Mereka bukan “pemuja” yang terpaku pada masa lalu, melainkan individu-individu yang menyelami nilai filosofis dan historis di balik setiap untaian tradisi.
Partisipasi aktif para pemerhati budaya dalam Gau Maraja di Leang-Leang adalah langkah nyata mewujudkan visi tersebut. Taman purbakala yang menyimpan jejak peradaban prasejarah menjadi latar yang sempurna untuk menghidupkan kembali tradisi yang kaya. Badik, bukan sekadar artefak, namun simbol identitas dan keberanian Sulawesi Selatan, kembali dihadirkan sebagai bagian dari narasi budaya yang terus bersemi. Melalui kegiatan ini, para penjaga budaya tak hanya memperkenalkan warisan pada generasi muda, namun juga menanamkan rasa bangga dan tanggung jawab untuk melestarikannya.
Tentu, arus globalisasi membawa tantangan tersendiri. Modernisasi dan gempuran budaya asing berpotensi mengikis nilai-nilai luhur. Namun, semangat yang membara dari para pemerhati budaya dan partisipasi aktif masyarakat dalam perhelatan seperti Gau Maraja adalah lentera harapan. Mereka membuktikan bahwa kecintaan pada akar budaya dapat diwujudkan melalui aksi nyata, organisasi yang solid, dan kolaborasi yang melibatkan berbagai elemen masyarakat.
Para pemerhati budaya Kabupaten Maros, dengan dedikasi dan komitmen yang kuat, adalah representasi sejati dari “penjaga budaya”. Mereka tidak terperangkap dalam nostalgia semata, namun bergerak maju dengan pemahaman mendalam tentang jati diri budaya mereka. Mereka adalah jembatan yang menghubungkan masa lalu, kini, dan masa depan. Kiranya semangat dan dedikasi mereka dapat menginspirasi lebih banyak lagi pihak untuk turut serta merawat dan mengembangkan kekayaan budaya Indonesia, hingga kelak, keindahannya diakui oleh “budayawan mancanegara”.
Penulis: Makmur,HT(Ketua PWRI Maros)