Opini – reaksipress.com – Kebenaran seringkali sunyi.
Ia tidak berteriak, tidak memaksa,
dan tidak memohon untuk dipercayai.
Justru karena itu, menyuarakan kebenaran
di tengah kesunyian atau ketakutan massal
adalah salah satu tindakan paling mulia dan cerdas
yang bisa dilakukan manusia.
Dalam filsafat Stoik, keberanian adalah salah satu dari
empat kebajikan utama selain kebijaksanaan, keadilan, dan pengendalian diri.
Berani menyuarakan yang benar,
meski harus menghadapi tekanan, cemooh, atau isolasi,
adalah praktik nyata dari nilai Stoik tersebut.
Banyak orang tahu apa yang benar,
tapi hanya sedikit yang mau mengatakannya.
Mengapa? Karena kebenaran menuntut harga:
pengorbanan, keteguhan, bahkan kehilangan.
Namun, seorang bijak akan tetap berdiri
karena dia tahu bahwa diam saat tahu adalah bentuk pengkhianatan batin.
Seperti yang dikatakan Marcus Aurelius,
“Jangan pernah malu untuk dibimbing oleh kebenaran.”
Dan terkadang, menjadi pembimbing itu berarti menjadi suara pertama
yang memecah kebekuan ketidakadilan.
Kecerdasan sejati bukan soal berapa banyak yang kamu tahu,
tapi keberanian untuk menghidupi apa yang kamu tahu benar—
meskipun kamu sendirian.
Ingatlah,
kebenaran yang disuarakan dari nurani
lebih kuat dari seribu suara yang bergema karena takut.
“Berani berkata benar saat semua diam,
itulah bentuk tertinggi kecerdasan.”
— Desmond Tutu