Opini – reaksipress..com – Komite sekolah sejatinya lahir sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan. Tapi kalau kita lihat di lapangan, perannya sering kali kabur. Banyak komite sekolah yang terjebak hanya jadi “pengumpul dana”, sementara tugas penting lain seperti memberi pertimbangan, mendukung, mengawasi, bahkan jadi mediator antara sekolah dan masyarakat malah terabaikan.
Kenapa bisa begitu? Salah satu penyebabnya adalah kurangnya pemahaman para pengurus komite tentang fungsi mereka yang sebenarnya. Akhirnya, komite sekolah lebih dikenal masyarakat sebagai urusan iuran, sumbangan, atau pungutan. Tak jarang ini justru memunculkan salah paham bahkan resistensi dari orang tua.
Padahal aturan soal komite sekolah sudah sangat jelas. Ada Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016 yang menegaskan bahwa fungsi komite sekolah antara lain:
1. Memberikan pertimbangan, arahan, dan dukungan baik tenaga, sarana, maupun pengawasan demi mutu pelayanan pendidikan.
2. Menyalurkan aspirasi masyarakat dalam melahirkan kebijakan dan program pendidikan.
3. Meningkatkan tanggung jawab serta peran serta masyarakat dalam pendidikan.
4. Menciptakan suasana yang transparan, akuntabel, dan demokratis dalam penyelenggaraan pendidikan.
Nah, dari sini kelihatan jelas bahwa komite sekolah bukan sekadar kotak sumbangan. Mereka punya peran strategis untuk menjembatani sekolah dengan masyarakat.
Kalau pemahaman ini bisa diluruskan, komite sekolah bisa kembali ke jati dirinya: jadi mitra kritis sekaligus pendukung sekolah dalam mewujudkan layanan pendidikan yang berkualitas, adil, dan merata. Bukan hanya soal uang, tapi soal masa depan pendidikan anak-anak kita.
Lalu, solusinya apa?
Agar peran komite sekolah tidak lagi kabur, ada beberapa langkah yang bisa ditempuh:
1. Pelatihan dan pembekalan pengurus komite. Pengurus komite perlu dibekali pemahaman yang utuh tentang fungsi mereka sesuai regulasi. Bisa lewat workshop atau sosialisasi dari sekolah maupun dewan pendidikan.
2. Penguatan peran dewan pendidikan. Dewan pendidikan di tingkat kabupaten/kota seharusnya aktif membina dan mengawasi jalannya komite sekolah, bukan sekadar simbol. Dengan begitu, komite tidak dibiarkan berjalan tanpa arah.
3. Forum dialog rutin. Komite bisa mengadakan pertemuan berkala dengan orang tua, guru, dan masyarakat untuk menyalurkan aspirasi serta mengevaluasi kinerja sekolah. Jadi, semua pihak merasa dilibatkan.
4. Fokus pada peran strategis, bukan hanya dana. Bantuan dalam bentuk tenaga, pikiran, jaringan, hingga advokasi kebijakan bisa lebih berarti daripada sekadar iuran. Ini yang perlu selalu diingat.
Dengan cara ini, komite sekolah bisa kembali ke jalurnya: hadir sebagai mitra sekolah yang kritis, suportif, dan benar-benar berpihak pada kepentingan pendidikan anak bangsa.
Penulis :Dr. Jabaruddin, M.Pd (Pengawas SMP Disdik Kab. Maros)